MENYUSUT

Di petak persinggahan ini, kulihat waktu yang renta meluruh
Ia berusaha melekat pada dinding, seperti embun bergayut pada daun
Sayang, helai-helainya memutih juga ditikam usia yang rapuh
Inilah petak tempat harapan berkerut ditelan hari-bulan-tahun
Meski keluh kesah kusulap menjadi mimpi-mimpi
Dan timbunan airmata kuselimuti kelakar dan canda
Sekadar untuk menyakinkan diri sendiri bahwa, seperti mereka
Aku juga punya hak atas rencana-rencana

Di petak persinggahan ini, doa telah kehilangan misteri
Ia seperti berita pagi yang hambar, basi, tanpa sensasi
Bunyi yang berhasil keluar dari kerongkongan pun tanpa artikulasi
Tanganku terkulai seperti daun kering yang tanggal
Menggelepar sebentar, sebelum tergilas jentera malam
Kau benar: mungkin ada yang ingin kutitipkan pada suara yang gemetar
Semacam permohonan belas kasihan. Atau sepotong hujatan
Tanpa tengadah wajah, tanpa mengangkat tangan
Sekadar dzikir diam yang ditempa keputusasaan

Di petak persinggahan ini, doa-doa, keluh kesah
Juga sumpah serapah yang tak kenal lelah
Berloncatan dari ubun-ubun dan sekujur pori-pori
Maka, bahkan desah helaan nafas pun tak diperlukan lagi
Tidak juga yang diam-diam kupendam dalam larik-larik puisi
: Begitulah lembaran tahun-tahun yang layu meyakinkanku
Doa-doa yang dimatangkan duka telah kehilangan makna
Keluh kesah yang dilahirkan kekecewaan telah lama pasrah
Juga sumpah serapah yang gagal, tertahan lidah
Mereka seperti sekawanan kekupu yang telah terbakar sayap
Padahal jarak ke mentari masih selaksa kepak

Di petak persinggahan ini, kulihat ruang menyusut
Ia merapat, makin menghimpit, seperti dinding lahat
Telah terkelupas lapisan warna yang pernah kuhiasi dengan sujud
Bingkai keberhambaan telah terserak sebagai kepingan dusta
Yang pecahannya mengiris helai-helai keyakinanku
Ruang pun semakin menyusut menjelma lorong yang redup
Mungkin dalam sedetik dua, cahaya tak kan lagi kuhirup
Tinggal pengap, tinggal sesak
Melindap, lalu tamat....




Inzan Rumazha